Ekonomi Indonesia – Kesalahan Parameter

EKONOMI KEBANYAKAN PENYERANG

Sebagaimana saya tuliskan terakhir bahwa ada 100 ekonom hadir di hotel sahid dimana semua nama besar ekonom Indonesia hadir. Paparan dan informasinya bagus-bagus tetapi jujur, tidak menyelesaikan masalah.

Inilah yang saya harus mengatakan, kalau begini cara melihat ekonomi rasanya sampai kapanpun Indonesia yang akan bisa terbang. Ini sekali lagi yang membuat saya kesannya di sebut sebagai orang aneh. Karena saya melihat berbeda. Saya ini orang sontoloyo memang dan bukan saya ini merasa pintar loh, malah merasa blo’on karena beda.

Salah satu yang di diskusikan adalah “growth” atau pertumbuhan. Dan target tumbuh 5% sesungguhnya karena masalah ketidak mampuan melihat masalah dan ketidak mampuan memberikan solusi. Namun tidak di akui bahwa tumbuh 5% itu salah tetapi malahan sudah hebat di banding Negara lain yang di bawah itu.

Ok, pro pemerintah silahkan punya pendapat tersebut. Saya boleh sedikiot beda ya melihatnya, bahwa growth 5% nya salah baca, salah lihat, salah parameter, growth yang di bilang “lebih baik” itu kita cempedak, mereka apel. Beda growthnya.

Saya yang mau bertanya sekarang, apakah “growth” itu sebegitu pentingnya? Maka di jawab iya. Baik, jadi growth pertumbuhan yang di lihat. Ok, sekali lagi ok, tidak salah.

Selama ini bagaimana growth itu tumbuh? Adakah yang memperhatikan? Karena cara “bertumbuh” dalam ekonomi itu banyak cara. Sekarang growth Indonesia dalam GDP adalah pertumbuhan apa, pertumbuan yang mana?

Begini sederhananya, dalam rumah tangga, gajih seorang suami 10 juta rupiah. Maka ketika naik pangkat dan gajihnya naik jadi 12 juta itu di sebut growth, bertumbuh? Betul? Itu GDP.

Lalu kita lihat biaya bulannya, ternyata kemarin kemarin gajian tanggal 1, tanggal 5 sudah habis buat memenuhi kebutuhan bulanan. Ketika naik pendapatannya jadi 12 juta itu growth 2 juta sebenarnya. Dan itu di sebut “value added”.

Sekarang kita lihat, keluarga ini memutuskan menjaminkan rumahnya untuk renovasi. Maka rumah di jaminkan dapat uang pinjaman 500 juta rupiah. Dalam pembukuan keluarga tersebut maka ada “growth” dan itu di tulis di GDP. Tumbuh incomenya. Ketika value added tadi yang 2 juta di pakai untuk menambah kemampuan bayar bulanan ternyata habis bahkan kurang.

Secara growth GDP naik, secara value added, tidak naik sama sekali. Bahkan “bleeding”.

Inilah yang membuat saya tidak bangga dengan ekonom yang berbasis data growth model begini dan ini menjadi mahzab pemerintahan sekarang. Saya sedih. Kok milih begini ya cara growthnya, bertumbuh nya dengan HUTANG.

Sehingga mengeringnya kelas menengah dan mengeringnya pasar sekondari ini penyebabnya. Property bisnis yang jalan hanya di kelas 300 juta kebawah, sedih banget dunia property ngak akan tumbuh bagus. Kelas perumahan 1 milyar ke atas, sangat sangat lambat. Yang beli masih 4 L, lu lagi lu lagi.

Sisi lain lagi. Dalam hukum ekonomi di Indonesia ada pakem bahwa pertumbuhan ekonomi 1% adalah pertumbuhan lapangan kerja sebanyak 1 juta. Dan setiap tahun angkatan kerja di Indonesia adalah 6,1 juta jiwa.

Karena itu setiap pemerintahan berkuasa, target pertumbuhan minimum 6% . dan pemerintahan kali ini bertahan di 5% membuat setiap tahun ada 1,1 juta pengangguran baru. Ini buruk sekali kinerjanya.

Ada yang menarik dalam pertumbuhan yang 5% growth tadi, karena ternyata tidak membuat 5 juta angkatan kerja baru alias tidak membuat tumbuh 1% growth membuka 1 juta lapangan kerja baru. Nah sector mana yang di garap kalau begitu? Industry seperti apa yang garap sekarang kok tidak menyerap angka pengangguran malah menambah?

Ternyata sector industry dan manufaktur tidak di garap. Sama sekali tidak tumbuh bahkan untuk pertama dalam sejarah bangsa Indonesia pertumbuhan industry di bawah pertumbuhan growth nasional!!!!

Dua saja kesimpulan gara-gara memuja “growth” biar terlihat bagus, tetapi menggunakan cara berhutang dan malah berfokus yang bukan meningkatkan membuka lapangan kerja baru.

Mau di terusin barisan kesalaham parameter lainya?, jangan lah, saya ini bukan mau mengkritik pemerintah dan ekonomi tadi, tetapi saya tidak melihat masalah ini ada “grand plan” solusinya. Blass, ngak ada, dan saya sedih banget. Sudah hutang nambah, unemployment nambah, swasta tidak di dukung, terus saja menganak emaskan BUMN.

Begini saya melihatnya saat ini melihat ekonomi Indonesia, say aboleh ibaratkan permainan sepak bola yang semuanya penyerang,”pertahannya” tidak ada sama sekali. Dan bener sangat produktif, 10 gol di sarangkan di gawang lawan dan karena pertahanan bobrok ternyata jebol 15 kali gawang kita, kebobolan.

Tetapi yang di gaung-gaungkan 10 gol tadi sebagai buah kesuksesan, sementara yang 15 kebobolan di bungkus sehingga kita ngak melihat papan score. Semua siaran dan siaran ulangan di media massa adalah gol-gol indah para penyerang tadi.

Saya hanya mengingatkan papan score di pojok lapangan pertandingan sekarang ini. Lebih baik benerin pertahanan dulu deh sekarang. Benerin parameter ekonomi, buat program yang naikan growth tanpa hutang dan meningkatan lapangan pekerjaan. Dan ngak ada tuh kemarin di otak para ekonom membuat solusi ini. Lalu mengandalkan siapa? Kita yang swasta, ok lah. Mari kita tunjukan pertahanan kita sebaiknya bagaimana. Eh pemerintah butuh ngak sih kita-kita ini?

Leave a comment