Calculating The Risk

(Tulisan malam) “if you never throw the dice you will never have a six”

Judul di atas bukan untuk mengajarkan seseorang untuk menjadi gambler atau pejudi. Namun “calculated risk” adalah bagian dari pengambilan keputusan bisnis. Menimbang resiko bukan menghilangkan resiko. Karena resiko dan peluang selalu berdampingan. Membuat resiko hingga nol mengakibatkan peluang juga nol.

Calculated risk itu tetap beresiko namun mau masuk apa tidak itu pertimbangannya. Berani menerima resiko apa tidak jika salah? Kalau resiko tersebut bisa di terima, maka memtuskan mengambil tindakan bisnis adalah calculated risk.

Jadi di dalam bisnis ada hal yang menjadi dasar pemikiran bagi pengambil keputusan..dimana intinya it is not “how much money you will GET” but “ how much money you are WILLING TO SACRIFICES” bukan berapa besar anda akan memperoleh uang namun seberapa anda berani berkorban.

Pengalaman bisnis pribadi saya baru 20 tahun, setiap hari setiap saat adalah pembelajaran yang tidak di dapat di sekolah top bisnis tingkat dunia sekalipun. Karena sekolah bisnis hanya mengajarkan sesuatu yang “pernah terjadi”. Bukan yang “sedang terjadi”atau “akan terjadi”. Studi kasus di whorton atau yale business pun masih membahas perang cocacola dan pepsi serta perang apple versus Samsung. Namun di dunia bisnis yang terjadi masih banyak yang belum di bukukan belum di studi kasuskan. Makanya dengan grow bisnis indoensia saat ini. Kita memiliki “pakem” tersendiri, memiliki “ambiance” sendiri, memiliki “jurus” sendiri.

Jadi, berbisnis di Indonesia saat ini memiliki tingkat keunikan yang tidak ada di tempat lain di dunia. Jomplangnya pendidikan, jauh berbedanya antara ilmu di sekolah berbanding kebutuhan pasar bisnis. Rendahnya ketrampilan manajemen. Professional masih mencari bentuk “perilaku organisasi” agar bisnis bisa sustain atau bertahan panjang. Model bisnis keluarga masih kental dan berjalan dan herannya malah berjalan baik dibanding organisasi independent yang professional tanpa sentuhan keluarga.

Belum lagi yang pengusaha masih keder atau bisa di gertak politikus. Banyak pengusaha yang masih takluk pada “power” pengatur kebijakan atau birokrasi. Belum lagi system bank yang sangat “cengeng” karena selalu melihat pada “kolateral” atau jaminan. Itu cara kuno berbisnis keuangan. Dengan rumitnya matrik bisnis tersebut namun bagi saya disinilah keindahannya. Disinilah keelokan berbisnis di Indonesia. Disinilah saya menyukai proses perubahan tersebut karena dalam jangka waktu tidak lama hal ini akan berubah. Dan setiap perubahan tersebut adalah peluang dan memerlukan ketrampilan baru.

Lalu dadu mana yang saya mau lempar?. Beberapa saat yang lalu Bali melakukan pilkada maka sayapun mengawasi dengan seksama apa yang harus kami lakukan, mengapa? Di ranah bali kami memiliki 3 perusahaan yang aktif dan di Bali tersebut kami sudah memulai sejak 10 tahun yang lalu dimana tahun-tahun kedepan kemungkinan besar kami akan tingkatkan kegiatannya terutama di atas tahun 2014. Walaupun saya bukan politikus, dan tidak menyukai politik, namun sebagai pebisnis kita sebaiknya “mengerti politik, dekat dengan politik namun tetap berjarak, dan kalau perlu mengendalikan politik”.

Jadi ketika kedua calon yang juga merupakan pertahana merapat ke kami di bali beberapa saat yang lalu, kami memilih bersikap netral dan bisa. Namun berbeda dengan pilkada di jateng yang akan terjadi di hari minggu 26 mei 2013 ini, atau hari minggu esok. Sulit bagi kami terutama bagi saya pribadi karena posisi tidak memungkinkan untuk bersikap netral. Dipermukaan atau di ketiga pihak saya mungkin bisa terlihat atau bisa di katakan netral namun secara bisnis ternyata saya harus memihak salah satunya. Mengapa? Karena “nature of business” di jateng bisnis kami sangat spesifik.

Sebenarnya agak jengah saya menulis dengan bentuk kiasan, biasanya saya memilih kalimat langsung. Namun karena ini menyerempet politik maka saya harus menulis dengan lebih banyak dipikirkan dalam-dalam. Di Jateng kami memiliki 6 perusahaan yang sedang berjalan dan ekskalasi kedepan malahan jauh akan di tingkatkan dengan sangat tinggi.

Dalam bisnis ada yang memiliki tipe yang “open source”, yaitu sumber pasar terbuka. Misalnya kita membuat toko swalayan. Maka ketika di Tanya siapa pembelinya nanti kita akan menjawab, masyarakat sekitar dalam radius 3 KM. jika di Tanya lebih spesifik lagi, sulit kita akan menjawabnya. Kita bahkan tidak bisa memastikan berapa jualan hari ini ketika pintu toko kita tutup.

Itu juga terjadi di bisnis eceran, warteg, restorant, pedagang kaki lima, hotel, dan sejenisnya dimana kliennya adalah semua orang atau siapapun bisa. Namun untuk bisnis “close source” atau pasar tertutup, klien kita atau pasar kita adalah spesifik sekali. Misalnya kita memiliki perusahaan pembuat senjata maka hanya government dan militer yang menjadi pembelinya. Atau misalnya perusahaan kita memproduksi uranium maka hanya PLTN nuklir atau sejenis NASA adalah pembelinya.

Dari 6 perusahaan kami di jateng 10 tahun terakhir 5 adalah berjenis “close source”. Maka kedekatan dengan jalur pemerintah pusat dan daerah menjadi keharusan. Sekali lagi ber beda dengan Bali dimana ketiganya adalah “open source”. Jadi sekali lagi, di Jateng saya harus hat-hati.

Saya pun menggunakan seluruh ketrampilan pribadi saya dalam menganalisa, dan akhirnya , hari jumat kemarin saya putuskan. Saya kumpulkan seluruh karyawan di semarang, juga karyawan di cepu, di hadapan sekitar 300 karyawan saya mengajak diskusi terbuka teantang pilkada jateng besok minggu. Dari sisi saya, saya urai dengan rinci analisa saya terhadap situasi pilkada esok minggu, secara pribadi bahkan dari ketiga calon yang 2 saya mengenal sangat dekat. Forum tersebut sangat demokrasi karena otoriter bukan bagian dari manajemen kami. juga mendiskusikan politik kami tidak tabu. Forum pertemuan tersebut adalah forum terbuka, boleh di debat, boleh di tentang, boleh tidak sependapat, karena itulah kedewasaan politik. Sewaktu sesi saya bicara, saya terangkan dengan rinci keuntungan dan kerugian dari sisi perusahaan kita dengan berbagai sudut Namun bagi saya ada hal yang luar biasa, ternyata quorum mengerucut ke satu nama. Maka nama itu kami endorse, kami dukung.

Dan sorenya ternyata ada panggilan telepon yang saya langsung angkat karena datang dari beliau yang kami dukung. Kalimatnya tanpa basi basi menyapa, “posisi di mana mas wowiek?”. Yang saya jawab segera, menuju semarang pak dari cepu. O..inggih, dahar malem di kediaman kami malam ini iso yo?, kalimat permohonan tersebut sulit saya tolak sehingga saya pun meng iyakan, “inggih bapak, kulo otw…” ‪#‎may‬ peace be upon us

Leave a comment