Masterpiece

(Tulisan Pagi “ Melakukan hal yang benar dengan cara yang benar “secara terus menerus” akan menghasilkan masterpeace”

Bisnis makanan secara kalkulasi adalah bisnis yang tidak ada matinya. Semua orang butuh makan dan pemahaman seperti itu ada di semua pikiran kita. secara fakat hal itu benar, pasar nya besar dan terus membesar seiring pertumbuhan jumlah manusia.

Belum lagi di perhitungkan budaya makan diluar rumah sebagai factor yang dipertimbangkan. Logikanya begini, dulu masakan rumahan adalah bagian dari tugas seorang ibu untuk menyediakannya. Kemudian bergeser karena factor ekonomi. Yaitu tugas pembantu membuatkan makanan tersebut.

Dan ternyata saat ini mencari pembantu yang bisa masak itu sulit sekali. Mendapat atau memiliki pembantu saja sudah hebat. Memiliki pembantu dan mempertahankan mereka bekerja dengan anda dalam periode cukup panjang itu juga hebat. Sehingga salah satu efek dari itu semua membuat tercipta satu kebiasaan baru yang di sebut “eat out”.

Makan di luar rumah. Jika dilihat trend nya nanti kedepan. Membuat dapur dan mengadakan sarana dapur seperti oven, kompor, wajan, sutil, pisau dan lain sebaginya beserta alat makan atau lebih di kenal dengan istilah utensil semakin hari semakin mahal biayanya. Kalau sekedar dapur di buat dari coran beton lalu di tutup keramik untuk penyangga kompor hampir ada disetiap rumah namun unsur indah atau bagus belum didapat.

Dapur expose terbuka rapih memerlukan banyak pendukung seperti blower dan exhaust fans beserta hal printilan lainnya. Dan ini mahal sekali. Karena mahal atau ada biayanya maka secara perhitungan ekonomi, kalau dapur dan dinning set di hitung amortisasinya atau depresiasinya, jangan kaget kalau hal iti merupakan 30% dari harga makanan yang di sediakan oleh pembantu anda.

Jadi jangan di kira harga makanan di rumah lebih murah biaya per meal per makanannya. Suatu saat nanti di mana kesadaran keuangan sangat baik atau melek financial sudah merata di semua golongan maka banyak rumah nantinya hanya kecil saya dapur nya, hanya pantry saja. Makan di luar jauh ebih murah dan efisien urusan waktunya apalagi.

Budaya modern seperti ini sebentar lagi akan sampai ke indoensia. Data di Australia di kota besar kebiasaan eat out mencapai 78% dari semua house hold atau kehidupan rumah tangga. Di Indonesia eat out masih mencapai 19%. Alias yang 80% masih memiliki kebiasaan masak di rumah, makan dirumah hanya sesekali makan di luar rumah misalnya ayahnya yang bekerja makan siang di luar rumah, namun sisa anggota keluarga memakan masakan rumah.

Saya percaya sekali bahwa semakin kesini, statistic eat out akan semakin meningkat. Dengan alas an paling dasar efisien waktu ngak ribet dan biaya lebih murah.

Karena berbagai alasan itulah saya membangun bisnis restaurant. Sebagai mana anda tahu di bisnis makanan ada beberapa tipe. Model yang paling kecil adalah non-kitchen alias tidak ada dapur. Seperti yang dilakukan seven eleven, starbuck, café dan sejenisnya. Mereka menyediakan meal atau makanan namun sudah prepared meal, makanan siap saji. Mereka bukan tidak memiliki dapur namun dapurnya di pusatkan disuatu tempat. Dan store mereka merupakan meja saji saja, tempat makan. Jadi dapur dan tempat makannya di pisah.

Yang satu lagi pebisnis makanan yang memiliki dapur.atau dapur dan tempat makanya di satu tempat. Seperti restaurant pada umumnya, seperti hard rock café, solaria, KFC, Mc D, dan lainnya.

Berbisnis model pertama lebih mudah mengontrol qualitas produk. Karena itu kita makan dimana pun rasa makanan sama. Sedangkan di type dua dimana kitchen dan tempat makan jadi satu jika kita memiliki jaringan restaurant rasa makanan bisa tidak standar. Tergantung dari chef dan juru masak, tergantung dari metode of cooking.

Berbicara metode of cooking ini lah yang tersering menjadi batu sandungan standarisasi rasa. Yang sering menjadi gagal menstandarkan COGS atau cost of goods sold. Harga dasar per makanan.

Dari 2 restaurant yang kami miliki saat ini kami menggarap dari sisi full restaurant atau ada kitchen ada tempat makan. Kami sendiri membagi bisnis restaurant kami dengan 4 type.itu semua masih dalam rencana jangka panjang. Type 1 adalah express yaitu booth kecil 20-50 meter persegi, type 2 adalah type standar dengan ruang lebih besar 50-150 meter persegi, keduanya non kitchen. Type 3 yaitu premium dimana ukuran luasan antara 200-500Meter persegi dan ada kitchen lengkap, dan terakhir type 4 yaitu ekslusif dengan ukuran di atas 500 meter persegi.

2 restaurant kami saat ini masih type 3. Dan yang berikutnya type 4 rencananya akan di bangun bulan mei yang merupakan beach club . open kitchen, open restaurant ada private beach sepanjang 500 meter garis pantai. Di bawah ratusan pohon kelapa plus kolam renang berbagai ukuran.

Di 2 resataurant ini dimulai sebagai benchmark standar bisnis kami. Ukurannya masih pada rasa dan harga. Menentukan strategi ini cukup pelik. Harus teliti, karena kita menjual rasa, kita menjual ambiance suasana, kita menjual relationship.

Jadi sebuah ritual rutin mingguan bagi kami sekeluarga adalah berputar meninjau lokasi-lokasi. sudah 2 bulan ini saya memfokuskan ke café kami setiap malam minggunya. Saya selalu memesan pesanan yang sama gurame bakar, sambal matah, sop buntut bakar, buntut menado, iga bakar, ayah cobek, sop patin, rawon, dan nila bumbu kuning, serta nasi bakar isi. Tentu tidak semuanya, tapi kombinasinya selalu manakan ini.

Dan di salah satu café kami selalu terjadi rasa yang tidak standar. Misalnya makan sop buntut minggu ini rasanya A minggu depan rasanya agak B, lalu makan kemudian agak C rasanya. Di lidah tamu kalau yang datang sesekali mungkin tidak terasa. Namun di tamu regular hal ini tidak boleh terjadi.

Jadi karena sudah tiga kali maka chef nya saya panggil, iya baru bergabung selama 2 bulan yang Lalu seperti biasa saya minta dia melakukan 2 hal. Semua masakan saya minta di buatkan list of ingredient dan method of cookingnya. Lalu bagian penjualan akan saya match kan dengan list of ingredient. General manager nya saya panggil untuk menyiapkan rinci dalam rapat hari selasa di kantor pusat pagi.

Dan ketika sudah tutup café tersebut sayapanggil bergantian juru masak yang berjumlah 4 orang tersebut. saya bertanya apa yang chef lakukan. Saya agak heran karena selama 2 bulan chef tersebut tidak memberikan metode masak atau method of cooking atas makanan utama kita. Atau signature food café kita.

Ini bisa jadi merupakan awal muasal tidak standarnya rasa. Lalu mengenai ingredient masakan juga tidak standar. Feeling-feeling dari juru masak saja. Memang buat rawon ya semua bumbu sama namun feeling berbeda. Sederhanya membuat nasi goring, list of ingredient nya sama, bawang putih, bawang merah, merica garam, kecapmanis asin, nasi telor, minyak goreng. Kurang lebih sama.

Namun method of cooking bisa beda. Misalnya minyak di panaskan, masukan nasi, masukan bumbu2. Ada yang minyak panas, masukan bawang putih merah, nasi baru merica garam. Apapun itu metodenya harus sama di restorant yang sama. Apa lagi nama restorant nya sama di beberapa lokasi berbeda. Siapapun memesan rawon di lokasi manapun rasa harus sama.

Saya mulai agak tidak nyaman dengan laporan yang saya dapat namun bisnis bukan masalah perasaan, lebih ke masalah bagaimana kedepannya. Diluar suka atau tidak suka adanya yang namanya keuntungan.

Selasa pagi kami rapat dan biasa share terlebih dahulu. Berbagi rasa. Dan saya minta chef B melakukan itu di awal sekali gus mempresentasikan 2 hal yang saya minta. Setelahnya bagia procurement pengadaan untuk di match kan.

Begitu chef B mengurai 2 hal yang saya minta dia melakukan saya langung samapai pada kesimpulan. Pak chef, kamu ini chef atau juru masak? Jujur saja, kamu memanipulasi CV kamu dan merangkai sebuah informasi yang member kesan kamu chef padahal kamu baru juru masak. Kalimat saya bukan basa basi karena jelas dia tidak mngerti membuat method of cooking standanya seorang chef.

Belum lagi ketika saya meminta berapa ongkos produksi setiap masakannya agar di menu tidak salah harga yang merugikan café kita. Dia tidak tahu mengingtung cogs makanan. Saya mengatakan kalau kamu juru masak mengaku saja. Maka posisi kamu ya juru masak saya tidak menuntut macam –macam. Kalau kamu chef tunjukan bagaimana cara kamu memperoleh ilmu food manajemen nya.

Chef B menundukan kepalanya. Saya pun geleng-geleng dan saya mengatakan, kamu mau saya turunkan menjadi juru masak atau resign? Maka setelah terdiam sejenak dia mengatakan, saya resign pak.

Ok, silahkan keluar saat ini juga. Terima kasih atas kebersamaannya. Lalu tanpa jeda saya telfon chef senior lainnya di café kami satu lagi dimana, saya perlu 3 chef buat interview segera, mohon referensinya. Dan saya memanggil senior chef tersebut untuk melakukan perombakan manajen. Saya ingin membuat signature food standar di seluruh restaurant oleh satu chef saja. Masih panjang perjalanan bisnis restaurant kami dan masih banyak yang harus di benahi. Agaknya semangat kaizen harus dimiliki di setiap insan pengusaha, yaitu terus memperbaiki dan penyempurnaan secara terus menerus. # may peace be upon us

One comment

  1. mantap ilmu restorannya pak mardigu…

Leave a comment